Friday, September 2, 2016

Fenomena Gelombang Tinggi dan Banjir Rob di Pesisir Indonesia


 Oleh : Andri Ramdhani, Andi Eka Sakya, 
Roni Kurniawan, dan Bayu Edo Pratama



Gelombang pasang air laut 7–10 Juni 2016 menyebabkan sejumlah wilayah pesisir Indonesia mengalami banjir rob. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan sejumlah wilayah pesisir mengalami banjir rob akibat laut pasang, me-nimbulkan kerugian dan gangguan terhadap aktivitas masyarakat di wilayah pesisir barat Sumatra, pantai utara (Pantura) Jawa, pantai selatan Jawa hingga Bali.

Terdapat beberapa istilah di masyarakat dalam menyebutkan banjir pantai ini, di antaranya adalah banjir rob, banjir pesisir, banjir pantai dan gelombang pasang. World Meteorological Organization (WMO) menamakan fenomena ini dengan sebutan coastal inundation yaitu banjir atau genangan di pantai akibat faktor meteorologi, hidrologi, dan oseanografi. 

Masyakarat pesisir di Pantura lebih mengenal fenomena ini dengan sebutan banjir rob. Istilah ini digunakan untuk membedakan banjir yang berasal dari laut dengan banjir dari luapan sungai akibat peningkatan adanya curah hujan. Berbeda halnya dengan masyarakat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa hingga Nusa Teng-gara Timur (NTT), mereka menyebutnya seba-gai gelombang pasang. 

Kejadian ini sangat menarik untuk dikaji sebagai evaluasi dan mitigasi ke depan. Pada periode tersebut juga terjadi peningkatan tinggi muka air laut yang menggenang beberapa pantai di Pantura dan pantai selatan Jawa. Analisis awal menunjukkan bahwa saat itu merupakan awal bulan baru yaitu posisi matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis lurus. Kondisi konjunsi ini  menyebabkan pasang naik yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah. Gejala alam seperti ini, pasang naik atau turun pada saat terjadinya konjungsi disebut spring tide. Kejadian ini merupakan siklus bulan-an yang normal terjadi setiap bulannya, walaupun tidak setiap saat terjadi konjungsi. 

Kenaikan tinggi muka air laut yang terajdi pada tanggal 7 – 10 Juni 2016 dapat dilihat dengan adanya anomali positif tinggi permukaan air laut (Sea Surface Height, SSH) di bebe-rapa wilayah perairan Indonesia. Variasi kenaikannya sekitar 20 – 30 cm, antara lain di Perairan barat Sumatra, Selat Malaka bagian tengah, Perairan Pantura Jawa, Perairan selatan Jawa, dan Perairan selatan Bali.

Time-series TML di pantai Utara dan selatan Pulau Lombok dan Sumbawa

Tren kenaikan SSH ini diduga juga berhubungan dengan ENSO, El Nino dan La Nina yang mempengaruhi karakteristik tinggi muka laut (TML). Berdasarkan time-series TML dari tahun 1993 sampai 2008 terlihat bahwa pada saat terjadi El Nino, TML akan terdepresi sebesar 20 cm di bawah normal. Sebaiknya, pada periode La Nina akan ter-elevasi sebesar 10-20 cm (Sofian, 2008).

Kenaikan TML saat transisi El Nino dan La Nina disebabkan penguatan trade wind di Samudra Pasifik yang membawa masa air dari Pasifik Timur di sekitar Peru ke daerah Perairan Indonesia yang ditandai dengan perpindahan kolam air hangat (warm pool) dari Pasifik Tengah ke Perairan Indonesia. Kondisi ini menyebabkan naiknya tinggi muka air laut di perairan Indonesia. Kombinasi fenomena astronomis dan meteorologis menjadi pemicu pasang tinggi dengan anomaly positif tinggi muka air laut di beberapa perairan Indonesia dan menyebabkan bencana banjir rob pada 7-10 Juni 2016. Pada periode itu juga terjadi gelombang pasang di pesisir pantai selatan Jawa.

Angin Permukaan tanggal 7 Juni 2016 jam 12 UTC
(BMKG, http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php).

Dari pola tekanan udara terlihat adanya pusat tekanan tinggi sub tropis (mascarene high) di sekitar 300 LS Samudra Hindia di sebelah Barat Australia. Fenomena ini terjadi bulan Juni – September. Pusat tekanan tinggi mencapai 1029 Hpa terpantau sejak 7 Juni 2016 dengan tren menguat dan cenderung bergerak ke arah timur di sebelah selatan jawa. Di sekitarnya terpantau angina permukaan 25-30 knot. Sedangkan, kecepatan angina di selatan jawa saat itu di dominasi angin timur – tenggara dengan kecepatan 5-10 knot.

Tinggi Gelombang signifikan tanggal 8 Juni 2016
(model gelombang Ina-Waves BMKG,
http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php).

Kemunculan mascarene high di sebelah barat Australia memicu angina kencang dan tinggi gelombang 6-8 m. Simulasi model numerik Ina-Waves BMKG 8 Juni 2016 menunjukan tinggi gelombang signifikasi di pesisir selatan Jawa bervariasi antara 4-5 meter. Terlebih lagi, terlihat bahwa gelombang ekstrem yang terjadi di selatan Jawa tersebut lebih didominasi oleh alun atau swell dibandingkan dengan ombak atau windsea.

Tinggi gelombang laut yang bervariasi di picu oleh mascarane high dan bersuperposisi dengan pasang tertinggi serta anomaly tinggi muka laut hingga 30cm memicu terjadinya bencana storm tide di pesisir pantai selatan jawa, Bali dan NTB. Kondisi ini berdampak lebih buruk bagi masyarakat pesisir selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dibandingkan banjir rob di pesisir utara jawa.

Berdasarkan hasil simulasi numerik tinggi gelombang, BMKG merilis peringatan dini gelombang tinggi dan banjir rob sejak jauh hari. Kewaspadaan dini diperlukan untuk memitigasi kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat “bencana” gelombang tinggi, tidak saja bagi nelayan pencarian ikan, tetapi juga kegiatan wisata pantai, distribusi logistic antarpulau, dan transportasi laut.

Andri Ramdhani, Roni Kurniawan,
dan Bayu Edo Pratama adalah peneliti BMKG.
Andi Eka Sakya, adalah Kepala BMKG.



Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 57, September 2016, Hal: 67-69





0 comments: