Tuesday, May 24, 2016

Andi Eka Sakya Ungkapkan Tantangan Terbesar BMKG




Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya memaparkan tantangan terberat lembaga pemerintah non-departemen yang berfokus menyediakan prakiraan cuara dan pengamatan iklim ini.

Kepada Aulia Bintang Pratama dari CNN Indonesia.com, Andi berbincang tentang jabatan, pekerjaan, waktu senggang, dan tantangan BMKG dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dari seluruh penjuru Indonesia. Berikut petikan wawancaranya:

Bagimana awal karir Bapak hingga menjabat sebagai Kepala BMKG?

Dulu [saya] peneliti teknik penerbangan di Serpong, namanya Laboratorium Terowongan Angin. [Kerjanya] mengecek bagaimana karakteristik take off dan landing, apakah ada terjadi sesuatu atau tidak. Sebetulnya itu pekerjaan saya yang utama selama 15 tahun.

Lalu Saya ditugaskan di Menristek, di sana bekerja lebih banyak sebagai birokrat, menata kelolakan penelitian di Indonesia.

Setelah itu dipindahtugaskan jadi Sekretaris Utama [BMKG] dan sekarang diberi tugas menjadi Kepala BMKG. 

Bagaimana cara Bapak menghabiskan waktu senggang? 

Terus terang saja, saya dulu suka tenis. Tapi sekarang sudah tidak, tak bisa melakukannya. Bukan karena tak ada waktu, tapi karena osteoporosis.

Ada cita-cita Bapak yang belum tercapai?

Sebetulnya sudah ya, saya dulu memang kepingin menjadi peneliti. Saya [ingin] bekerja di depan layar yang besar dan bisa ngatur berbagai hal: saya lihat, saya bisa ubah sana-sini. 

Saya membuat dari belum ada sampai menjadi ada. Sudah semua lah, tinggal dinikmati saja. Alhamdulillah, saya diberi tambahan amanah, disyukuri saja.

Suka duka jadi kepala BMKG dan tantangan terbesar?

Sukanya, sih senang ya, kalau dulu di lab saya itu bekerja tak lebih dengan 100 orang. Dan itu kami lakukan bersama-sama, tak bisa hanya sendiri. Jadi kami kompak sekali.

Saya bersyukur kemudian di BMKG ini ternyata saudara saya lebih dari 4.000, tepatnya 4882 orang. Ya, itu sodara semua. 

Beratnya adalah bagaimana mengajak mereka hadapi tantangan ke depan. Ini tantangannya besar sekali. Tantangan di Indonesia besar, beda dengan negara lain. Kita di khatulistiwa.

Kalau di tempat lain, di Jepang, ada JMA [Japan Meteorological Agency] yang kebetulan menyatukan Map Claim permasalahan iklim yang tak terlalu berat tapi juga geofisika. Tapi di Tiongkok, dipisahkan antara China Meteorogical Administration dengan China Earthquake Adiminstration, jarang ada badan seperti ini di Indonesia.

Diberi tugas dengan pegawai begitu banyak, dan tantangan ke depannya sangat menarik sekali, karena perkembangan teknologi ini cepat sekali. Di sana ada big data, crowd sourcing, sosial media yang sekarang harus diimplementasikan untuk menjawab tantangan masyarakat kita.

Masyarakat kita ini berkembang kebutuhannya dengan begitu cepat juga. Jadi kalau misalnya BMKG berikan prakiraan hujan di Jakarta saja, masyarakat sekarang tidak mau. Harus Jakarta pusat, Selatan, Utara, Timur, Barat. Jika dijawab, maka mereka akan bertanya Jakarta Selatan, Kebayoran, Pondok Indah, Senopati? Jika dibilang Pondok Indah, mereka masih bertanya lagi, 'jam berapa ya?'"

Bahkan mereka bertanya lebat atau tidak, berapa milimeter, prakiraan banjirnya ada atau tidak. Jadi masyarakat tambah pinter, bahkan mereka merasa seharusnya sudah tidak bertanya, di gadget harusnya ada.

Nah itu seharusnya diterjemahkan dalam bentuk pelayanan kita. Dan jgn lupa, [BMKG] ini bukan hanya di Jakarta tapi di seluruh Indonesia, dan setiap turis yang datang ke Indonesia pengennya persis seperti di rumahnya, informasi harus didapat di tv.

Mereka tanya, jika mau menyeberang dari Sorong ke Raja Ampat, gelombangnya berapa. Bayangkan di tempat kita, di Wakatobi, misalnya, [informasi] itu harus dikirimkan ke sana. Jadi kami punya moto: cepat, tepat, akurat. luas cakupannya, karena Sabang sampai Merauke, dan dipahami.

Untuk itu, teknologi mungkin masih bisa jawab. Tapi [yang perlu] dipahami adalah bagaimana membuat informasi ini, seperti di luar negeri dengan standar global. Jadi kita harus gunakan common alert protocol, sebuah standar yang bisa diterima seluruh orang di seluruh dunia, kalau kita mau berikan [tanda] merah ya merah.

Nah, ini tantangan [kita] semua, terlebih lagi ini tak mencakup hanya di Jakarta, karena di Papua juga harus ada. Yang jadi tantangan adalah bagaimana menciptakan semua itu.(ama)



Sumber : http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160430221117-75-127761/andi-eka-sakya-ungkapkan-tantangan-terbesar-bmkg/ , , CNN Indonesia , Minggu, 01/05/2016 05:25 WIB



0 comments: