Sunday, March 13, 2016

Gerhana Matahari Total 2016 : Religi, Sains, dan Seni Bertemu



JAKARTA, KOMPAS — Berbagai festival di sejumlah daerah di Indonesia merayakan gerhana matahari total, Rabu (9/3), mempertemukan aktivitas religi, sains, dan seni. Pemerintah daerah dan masyarakat berhasil memainkan peran masing-masing.
Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu dini hari, puluhan ribu warga memadati Pantai Losari dan melaksanakan shalat Kusuf (gerhana), dilanjutkan zikir. Aspek religi dilanjutkan pengamatan bersama gerhana matahari sebagian. Layar lebar dipasang di anjungan Pantai Losari menayangkan citra teleskop Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang mengamati proses gerhana dari Gedung Balai Kota Makassar.
Makassar dilintasi gerhana matahari sebagian. Pada pukul 07.27 waktu Indonesia bagian tengah (Wita), piringan bulan mulai menutupi matahari. Pukul 08.35 menjadi momentum puncak gerhana sebagian hingga 88 persen.
Di Bundaran Besar, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pertemuan aspek religi, sains, dan seni masyarakat Dayak juga berlangsung. Tengah malam sebelum gerhana matahari total (GMT), digelar ritual adat Balian masyarakat tradisional Dayak. Warga khusyuk mengikuti alunan doa dalam nyanyian ritual dengan bahasa Sangiang atau bahasa para dewa orang Dayak oleh para basir atau pemuka adat Kaharingan.
Pertunjukan tari kolosal Nantilang Dahiang Jangkaran Matanandau sehari menjelang GMT juga digelar di Palangkaraya, persisnya di Stadion Sanaman Mantikei.
Rangkaian peristiwa serupa yang mempertemukan religi, sains, dan seni juga berlangsung di daerah lain, baik di wilayah yang dilintasi GMT maupun gerhana matahari sebagian (GMS).
Di Bandung, Jawa Barat, setelah GMS, sejumlah seniman menggelar ruwatan Samagaha (ruwatan Batara Kala) di tengah pameran lukisan gerhana. ”Seni rupa digabung ruwatan dan musik tarawangsa ini untuk berbagi kebahagiaan merayakan gerhana matahari yang jarang,” kata perupa Tisna Sanjaya, dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.
Warga Kepulauan Pagai, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, jelang GMT, juga menggelar shalat gerhana. Sebagian warga lain melanjutkan senam dan pengamatan proses GMT. Pagai daratan pertama yang mengalami GMT.
Di Yogyakarta, ribuan warga sejak dini hari berkumpul di Tugu Yogyakarta. Warga, Nanang Kristanto (28), memanfaatkan peristiwa langka itu untuk menyerahkan cincin pertunangan dan melamar Dian Paramita (24) menjadi pasangannya.
Di Solo, Jawa Tengah, di depan Pasar Gede, Komunitas Republik Aeng-Aeng memprakarsai pentas seni gejok lesung. ”Pentas seni gejok lesung ini wujud mensyukuri sinar matahari sekaligus menghormati Tuhan yang menciptakan matahari. Sinar matahari harus selalu disyukuri karena berperan penting dalam kehidupan masyarakat agraris,” kata Hari Genduk, pembina Komunitas Seni Gejok Lesung Sri Sadono.
Puncak GMT
Di Sigi, Sulawesi Tengah, Wakil Presiden Jusuf Kalla turut mengikuti shalat gerhana sebelum memantau peristiwa GMT di lapangan Kota Pulu, Kabupaten Sigi. Di tempat itu juga hadir ratusan peneliti dari mancanegara dan domestik. Astronot Andre Kuipers dari Badan Antariksa Eropa (ESA) yang pernah berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) ditemui Kalla, yang hadir bersama Nyonya Mufidah Jusuf Kalla dan para menteri. Saat GMT, tepuk tangan dan doa syukur kembali membahana.

Setelah menyaksikan proses GMT, Kalla menyampaikan, ”Oh indah sekali. Bagaimana kekuatan alam, bagaimana (kita) mengetahuinya, matahari yang (berjarak) 150 juta kilometerdan bagaimana bulan yang jaraknya lebih kurang 40 juta kilometer dapat diketahui posisi pas, betul-betul pas. Itu, kan, kebesaran Allah. Karena pengetahuan manusia, presisi, menitnya sudah diketahui, tahun dan di menit sekian terjadi di sini, dan itu benar. (ENG/IDO/DKA/CHE/SON/PRA/HRS/ZAK/RWN/NIN)
Sumber : Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Maret 2016, di halaman 15 dengan judul "Religi, Sains, dan Seni Bertemu"

0 comments: