Monday, December 14, 2015

Spesifikasi Alat Harus Sesuai Alam Indonesia



JAKARTA (SK) – Fasilitas deteksi bencana milik Indonesia yang dioperasikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus memiliki kekhasan, dengan memperhatikan alam Indonesia.

Hal itu dikemukakan peneliti asal Korea Selatan, Hak Soo Kim, usai kunjungan kerja bersama peneliti lain dari 16 negara ke kantor BMKG, Jakarta, Rabu (9/12).

Dengan demikian, lanjut Hak Soo Kim, kecanggihan alat tersebut tidak bisa dibandingkan dengan milik Korea. Bahkan dengan negara mana pun di dunia.

“Korsel pernah memakai teknologi deteksi bencana, cuaca, dan iklim buatan Jepang. Namun, alat tersebut tidak dapat digunakan secara optimal di Korsel. Teknologi impor itu akhirnya harus dimodifikasi ulang, sesuai dengan karakteristik alam Korea,” ujar Kim yang juga co-Chair of International Organizing Committee/Fellow of Korean Academy of Science and Technology.

Ditambahkan, Indonesia merupakan negara yang sangat luas, tetapi memiliki fasilitas deteksi cuaca, iklim, dan bencana yang memuaskan.

Hal itu perlu dipertahankan guna kemaslahatan masyarakat, terutama informasi tentang kebencanaan.

Sementara itu, Manoj Kumar Patairiya, additional Director General of Broadcasting Corporation in India, mengutarakan, peralatan yang dimiliki BMKG sudah sangat canggih.

“Baru saja ada gempa besar di India. Saya mendapat informasi pertama soal gempa itu dari BMKG. Ini menandakan BMKG punya peralatan canggih,” kata Manoj.

Hak Soo Kim dan Manoj Kumar adalah peserta workshop SHER (Science, Health, Environtment and Risk) yang diselenggarakan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti.

Kepala BMKG, Andi Eka Sakya mengatakan, tingkat akurasi prakiraan cuaca dan iklim oleh lembaganya berada di level 75-80 persen. Data tersebut dinilainya sudah relatif cukup bagus.

“Akurasi prakiraan sebesar 75-80 persen ini sesuai dengan standar World Meteorological Organisation (WMO). Untuk meningkatkan akurasi hingga menjadi 90 persen masih terbilang sulit.

“Kami memiliki 35 radar di seluruh Indonesia. Kami juga dibantu satelit dari Jepang, NASA, Tiongkok, dan Korea. Dengan begitu, ada 179 stasiun dan ribuan pengukur hujan. Semakin rapat ketelitiannya, semakin bagus,” ucapnya.

Indonesia, lanjut Andi sakya, memiliki karakter iklim dan cuaca yang cenderung berbeda dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara maju.

“Interaksi lautan di atmosfer kita lebih kompleks dibanding negara daratan, termasuk Kanada, Amerika Serikat, atau Finlandia, yang cenderung dekat dengan utara atau jauh dari khatulistiwa,” katanya. (dwi)




0 comments: