Sunday, November 29, 2015

BMKG Lepas Tim Ekspedisi Jayawijaya & Antartika


Jakarta, Sains Indonesia -- Untuk mengetahui pengaruh pemanasan global terhadap kondisi iklim dan cuaca Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan dua ekspedisi utama. “Kegiatan ini diharapkan mampu menyibak fenomena perubahan iklim sehingga peringatan dini terhadap bencana bisa dilakukan,” kata Kepala BMKG, Andi Eka Sakya, di Jakarta, Selasa (13/10).


Dalam acara Pelepasan Tim Ekspedisi Puncak Jaya Papua dan Pelayaran ke Kutub Selatan, Kepala BMKG menegaskan bahwa kedua ekspedisi tersebut merupakan masukan untuk dua program utama 2017-2019. Yaitu Year of Maritime Continent(YMC) dan Year Polar Initiative (YPI) di Antartika. “Langkah kebijakan ini juga menjadi bagian dari upaya BMKG dalam bidang penelitian untuk mendukung upaya peningkatan pelayanan meteorologi, klimatologi dan geofisika, serta peningkatan SDM Indonesia,” jelasnya.

Lebih lanjut, Andi Eka Sakya mengatakan jika pola dan fenomena perubahan iklim sudah ditemukan, maka antisipasi dan peringatan dini bisa segera dilakukan, seperti potensi terjadinya banjir, kekeringan, gelombang panas, dan naiknya permukaan laut.

Dua peneliti BMKG, Wido Hanggoro dan Kadarsyah, akan berangkat melakukan pelayaran ke Antartika, Rabu (14/10).  “Ini merupakan pelayaran ke antartika pertama untuk BMKG,” Wido Hanggoro menjelaskan. Mereka membawa misi penelitian untuk mengetahui pengaruh laut terhadap kondisi iklim  dan cuaca Indonesia. Penelitian ini menggunakan simulasi model resolusi tinggi dan pengamatan udara atas menggunakan Light Detection and Ranging (LIDAR), lanjutnya.

Keduanya akan berlayar menuju Stasiun Meteorologi Davis di 68°35’ LS 77°58’ BT. Disana mereka akan bergabung dengan Tim Ekspedisi Bureau of Meteorology (BoM) –Australian Antarctic Division (AAD). Perjalanan ini diperkirakan berlangsung selama enam pekan. “Hasil penelitian dari kedua ekspedisi tersebut akan menjadi sumbangan berharga secara global dan merupakan batu tapak pemahaman hubungan telekoneksi iklim antara wilayah tropis dengan antartika,” jelas Kepala BMKG.

Seperti diketahui bahwa pemahaman kondisi laut sangat penting. Indonesia dipengaruhi oleh Samudera Pasifik dan Hindia. Karenanya, didominasi oleh sirkulasi monsoon dingin Asia dan monsoon panas Australia. “Kedua sirkulasi tersebut sangat berpengaruh pada faktor iklim di Indonesia,”  tambah Kadarsyah.

Pada saat yang sama, Kepala BMKG juga melepas Tim Ekspedisi Jayawijaya 2015. Sebanyak empat orang peneliti BMKG, Dyah Lukita Sari, Ferdika A. Harapak, Najib Habibie, dan Donny Kristianto akan mengamati dan memahami dampak pemanasan global, terutama di wilayah tropis (khatulistiwa).

Ekepedisi Jayawijaya 2015 adalah penelitian ketiga yang diadakan BMKG sejak 2010. Pada dua keberangkatan sebelumnya, terungkap pengaruh pemanasan global terhadap penipisan ketebalan es abadi di puncak Papua. Kegiatan kali ini pun mengusung misi yang sama.

“Penelitian ini akan fokus meneliti perubahan es setiap tahunnya dan menjelaskan dampaknya terhadap iklim di Indonesia,”  terang Ferdika. Ia optimis ekspedisi Jayawijaya akan memberikan kontribusi nyata untuk menyibak korelasi dan keterkaitan terhadap perubahan iklim nasional.

Ketua BMKG menegaskan, alasan pemilihan Puncak Jaya sebagai objek penelitian. Ia dipilih karena mewakili keberadaan lapisan es yang abadi di daerah ekuator. Lapisan es inilah yang dipelajari untuk melihat kronologis perubahan iklim yang terjadi di daerah tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa Puncak Jaya, Papua, merupakan salah satu dari tiga puncak gunung di dearah tropis yang diselimuti lapisan es secara permanen, yaitu puncak Gunung Kilimanjaro di Tanzania dan Puncak Pegunungan Andes, Peru, Amerika Latin.

Seremonial pelepasan tim ekspedisi bertempat di Gd Auditorium BMKG. Jalan Angkasa 1 No, 2 Kemayoran Jakarta. Acara ini seharusnya dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB, namun karena alasan teknis, kegiatan ditunda hingga dua jam lamanya.

Rangkaian eskpedisi tersebut merupakan program penelitian dan sekaligus menjadi “batu tapak” kontribusi Indonesia terhadap pemahaman dinamika iklim secara global. “Posisi strategis geografi Indonesia menjadi kunci pemahaman iklim dan perubahannya,” Kepala BMKG menjelaskan.

Hasil penelitian juga diharapkan mampu menyadarkan masyarakat bahwa perubahan iklim bisa mengancam likungan. Melalui tim ekpedisi, BMKG berusaha menemukan solusi, melakukan kampanye kesadaran mengenai isu lingkungan, dan memberi kesempatan semua pihak untuk bekerja sama.

Faris Sabilar Rusdi





0 comments: