Tuesday, September 6, 2011

Inovasi Domestik Deteksi Dini Tsunami


Bencana seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan tsunami, merupakan bentuk dampak kerentanan alam yang mengancam manusia dan sering menimbulkan kerugian materiil. Sekali lagi, Indonesia, betapa pun diuntungkan dengan letaknya yang tepat di khatulistiwa, ternyata menyimpan potensi bencana yang tidak karuan.

Statistik gempa bumi pada Mei yang tercatat di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), telah terjadi 415 kali untuk skala kurang dari 5,37 kali untuk skala 5 s/d 5,9, 5 kali untuk skala 6,0 s/d 6,9. Daerah Indonesia Tengah, sebagian mengalami banjir.

Puting beliung terjadi di Aceh dan beberapa daerah, yang diperkirakan akan sering muncul memasuki musim hujan Oktober-November. Kebakaran hutan di Pekanbaru mulai marak, terlepas disebabkan manusia ataupun kekeringan.

Sir Nicholas Stern menunjukkan bahwa ekonomi penduduk dunia saat ini sangat terkait erat dengan bencana alam yang diakibatkan perubahan iklim global. Kekeringan dan banjir menyebabkan kelaparan, penyebaran penyakit, dan mandeknya distribusi logistik. Penurunan pendapatan per kapita penduduk sekitar 1% per tahun dan memangkas 20% pertumbuhan ekonomi. Dapat diakui pula bahwa apapun kebijakan ekonomi suatu negara, tidak akan bisa melawan dampak negatif perubahan iklim global. Oleh karenanya, perlu tindakan pencegahan sedini mungkin.

Kerugian atau korban, baik manusia, materiil, ataupun fisik yang diakibatkan dampak bencana bisa dikurangi, antara lain dengan meningkatkan pemahaman terhadap karakteristik penyebab terjadinya bencana, membangun sistem peringatan dini, dan melakukan diseminasi cara-cara pencegahan dan penyelamatan.


Inovasi Domestik

Dari perspektif inovasi, pembangunan sistem peringatan dini yang saat ini dibangun Pemerintah Indonesia merupakan keberhasilan yang signifikan di tengah naik turunnya gejolak isu korupsi yang membahana. Naik turunnya perekonomian karena harga minyak dan berbagai permasalahan bangsa.

Keberhasilan inovasi sering dikaitkan dengan kebaruan dan tangguk keuntungan. Keberhasilan sebuah inovasi, baik proses ataupun produk, sering diasosiasikan dengan nilai tambah perbaikan, baik secara mendasar maupun gradual, terhadap proses maupun produk yang telah ada. Singkatrnya, ''It should either be different, better, or faster."

Dari segi produk, pengembangan dan pembangunan Indonesian Tsunami Early Warning System (INA-TEWS) melibatkan berbagai lembaga pemerintah. Bantuan dari negara lain, memang ada, tetapi bersifat mempercepat dan memperkokoh gagasan yang ditumbuhkan para cendekia domestik yang tergabung di dalamnya.

Sistem yang ada sebelumnya telah ditambah, diperbaharui, dan dimekarkan. Perangkat kerasnya memadukan berbagai sensor gempa bumi, sistem telekomunikasi, dan sistem pengolahnya. Informasi dari sensor lain, seperti tide gauge dan buoy digabungkan melalui sistem telekomunikasi dan dihubungkan ke sistem pengolah data yang dilengkapi dengan program pembuat keputusan dan dihubungkan dengan basis-data untuk membantu kecepatan dan ketepatan serta akurasi pembuatan keputusan.

Produk jadinya berupa informasi tentang lokasi, kedalaman, besar skala, dan waktu terjadinya gempa bumi telah berhasil mempercepat diseminasi peringatan dini potensi tsunami. Pada 2005, penyebaran informasi gempa bumi baru bisa dilakukan setelah lebih dari 45 menit. Waktu yang terlalu lama jika dilihat dari sisi golden time yang dipunyai masyarakat pesisir untuk bergerak melakukan evakuasi sejak menerima informasi potensi tsunami. Dengan sistem yang baru, informasi tersebut sudah diterima dalam waktu sekitar 5 menit!

Masyarakat pesisir di daerah rentan tsunami hanya punya waktu 20 menit! Mereka mendengar alarm dan mempunyai sisa waktu 15 menit. Waktu emas yang dapat dimanf aatkan untuk melakukan evakuasi. Pihak berwenang, terutama pemda, yang secara langsung menerima info potensi tsunami bisa melakukan langkah yang lebih koordinatif secepatnya untuk melakukan penyelamatan dan mobilisasi, tergantung dari persiapan dan pelatihannya masing-masing.

Penyebaran informasi dilakukan melalui sistem 5 in 1 dan langsung terhubung dengan pusat-pusat krisis yang dipunyai instansi berwenang baik nasional, pusat, maupun daerah (pemda). Sekali informasi tersebut telah diperoleh, maka informasi tersebut diteruskan melalui HP, Fax, Telepon, Situs Web / internet, dan Radio Internet (Ranet) (5 in 1 system). Penyebaran itu tidak dilakukan sebelumnya. Indonesia merupakan inovator dalam pengembangan sistem itu. Bahkan, sistem itu telah dijadikan sebagai rujukan oleh Tsunami Watch Provider (TWP) di belahan dunia yang lain.

Memang belum terbukti secara ekonomis apakah, misalnya, korban manusia dapat direduksi secara signifikan saat terjadinya tsunami, setelah sistem itu jadi. Namun, kecepatan diseminasi yang meningkat sampai 9 kali, memberi jaminan percepatan proses evakuasi dan mobilisasi, sehingga dapat mengurangi kerugian harta benda.

Jika hasil harta benda dan nyawa yang terselamatkan itu dikalikan dengan satuan angka ekonomi, berapa besar yang bisa diselamatkan dari proses diseminasi yang telah dipercepat itu dan berapa besar ekuivalensi nilai rupiah yang bisa termanfaatkan kembali.

Produk inovasi sering dikonotasikan dengan kerentanan menembus pasar dan masuk dunia komersial. Dalam perspektif manajemen inovasi dan teknologi, proses menuju komersialisasi (pemanfaatan riil), sebuah inovasi sangatlah rentan untuk jatuh ke dalam lembah kematian (Vern Ehlers, 1998). Rasio keberhasilannya hanyalah 1%. Untuk itu diperlukan sebuah mekanisme intermediasi Iptek dalam rangka menjembatani agar produk inovasi dapat melalui masa-masa kerentanannya.

Pada sistem peringatan dini tsunami itu, keutuhan riil atas sistem tersebut tidak terhindarkan karena realitas posisi geologis Indonesia yang terletak pada tiga patahan yang bergerak saling mendekat. Waktu 3 tahun untuk membangun INA-TEWS bukanlah waktu yang lama jika dibandingkan dengan perkembangan sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara-negara lain untuk mencapai kecepatan diseminasi kurang dari 5 menit. Jepang membangunnya secara terus-menerus sejak 50 tahun yang lalu dan telah berhasil memperpendek waktu diseminasi dalam 2 menit!

Lembaga-lembaga pemerintah dikoordinasikan Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) bersama-sama dengan BGM, BPPT, Bakosurtanal, LIPI, serta ITB, telah mempercepat terbentuknya bangunan INA-TEWS dan operasionalisasinya.

Keberpihakan DPR dalam menjalankan hak bujetnya diwujudkan dalam bentuk dukungan anggaran pembangunan INA-TEWS. Bappenas, dan Departemen Keuangan pun tidak kalah sigapnya dalam mendorong proses perencanaan dan realisasi anggaran untuk penyelesaian program INA-TEWS itu. Dalam rapat kabinet terbatas pada 2006 bahkan presiden telah menggariskan 2008 sebagai tenggat percepatan selesainya INA-TEWS agar segera termanfaatkan.

Dorongan, dukungan, dan kerja koordinatif, merupakan bentuk riil jembatan intermediasi inovasi. Lebih lagi, masyarakat merasakan manfaat riil dari keberadaan sistem peringatan dini ini.

Kesadaran masyarakat atas manfaat atas manfaat riil yang diperoleh dari INA-TEWS, mestinya dapat kita terapkan untuk berbagai produk temuan lain anak bangsa, seperti varietas padi, obat herbal, membran dialisis, biodiesel, pesawat terbang, roket, armoured vehicle, kapal patroli cepat, serta produk-produk strategis dan komersial lainnya.

Jika itu terjadi, dalam waktu 5 tahun mendatang, mimpi percepatan pertumbuhan Indonesia akan melesat bagai anak panah yang tidak terkejar.

Konstelasi Michael Backman, di dalam bukunya Asia Future Shock (2008) tentang kondisi Indonesia yang tidak bermasa depan pada 2030 akan termentahkan.

Andi Eka Sakya,
Diterbitkan: 
  1. Media Indonesia - 11 Sept 2008 
  2. Sains & Teknologi,2009, ISBN: 978-979-22-4521-9, hal.242-246
  3. http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/3053/pdf

    0 comments: